Sejarah Pendidikan Islam

on Sabtu, 30 Juni 2012

A.    Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh[1][1], yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “keterangan yang telah terjadi di kalangan pada masa yang masih ada”.  Kata tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah tarikh Masehi. Dan yang di maksud ilmu Tarikh, ialah “suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan umat”. Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti “ pengalaman masa lampau daripada umat manusia “The Past Experience of Mankind”. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkupnya yang luas. Lalu kemudian sebagai cabang ilmu pengetahuan sejarah mengungkap peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara, atau dunia.
            Dari pengertian sejarah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan pengertian sejarah pendidikan Islam (Tarihut Tarbiyyah Islamiyyah) sebagai berikut:
a.       Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
b.      Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide konsepsi maupun segi institusi dan operasional sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai sekarang.

B.     Obyek Dan Metode Sejarah Pendidikan Islam[2][2]
            Sejarah biasanya di tulis dan di kaji dari sudut pandang suatu fakta atau kejadian tentang peradaban bangsa. Maka obyek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal, maupun non formal. Dengan demikian akan di peroleh apa yang di sebut “sejarah serba obyek”. Dan hal ini sejalan dengan peranan agama Islam sebagai agama dakwah menyeru kebaikan mencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir batin yaitu material dan spiritual. Namun sebagai cabang ilmu pengetahuan, obyek sejarah pendidikan Islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam obyek – obyek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat – sifat yang dimilikinya. Dengan perkataan lain bersifat menjadi “sejarah serba subyek”.
            Mengenai metode sejarah pendidikan islam, sejarawan harus memiliki suatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya. Penguasaan ilmu yang luas akan memudahkan pemahaman dari berbagai konteks, membanding dan merasakan dampak serta mengkaitkan data dengan peristiwa-peristiwanya. Nampaklah bahwa metode deskriptif dan analisis merupakan kunci dalam penyusunan sejarah pada umumnya. Namun mengingat bahwa objek sejarah pendidikan Islam sangat sarat dengan nilai-nilai agamawi, filosofi, psikologi dan sosiologi, maka perlu menempatkan objek sasaran yaitu secara utuh, menyeluruh dan mendasar. Sesuai dengan itu maka metode yang harus ditempuh pertama-tama yaitu deskriptif, kemudian komparatif dan analisis-sintesis tanpa menyingkirkan nilai agamawi tadi.
C.    Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam
            Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan manusia, karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran Islam adalah Alqur’an mengandung cukup banyak nilai – nilai kesejarahan, yang langsung atau tidak langsung mengandung makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama, khususnya bagi umat islam menduduki arti penting dan mempunyai kegunaan dalam kajian tentang Islam. Oleh sebab itu sejarah pendidikan Islam meliputi dua aspek, yaitu kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.
            Yang bersifat umum, sejarah pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai factor keteladanan. Umat Islam dapat meneladani proses pendidikan islam semenjak zaman kerasulan Muhammad SAW, zaman Khulafa’ur Rasyidin, zaman ulama-ulama besar dan para pemuka gerakan pendidikan islam. Karena, secara global bahwa proses pendidikan Islam pada hakikatnya merupakan manifestasi daripada pemikiran mereka tentang konsepsi Islam di bidang pendidikan, baik teoritik maupun pelaksanaannya. Nabi SAW telah mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu sisi, pendidikan Islam lebih ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi diri sendiri dan orang lain. Di sisi lainnya pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis, tapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah pendidikan iman sekaligus pendidikan amal.[3][3]
            Yang bersifat akademis, kegunaan sejarah pendidikan Islam selain memberikan perbendaharaan, perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu tekhnologi.
D.    Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
            Sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam oleh sebab itu periodisasi sejarah pendidikan Islam dapat dikatakan berada dalam periode-periode sejarah islam itu sendiri. Dr. Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Dan perinciniannya di bagi menjadi 5 masa[4][4], yaitu:
1.     Masa hidupnya Nabi Muhammad SAW ( 571-632 M).
2.     Masa Khalifah Rasyidin di madinah (632-661 M).
3.     Masa kekuasaan Umawiyyah di Damsyik (661-750 M)
4.     Masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750 – 1250 M)
5.     Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad tahun 1250 M sampai sekarang
Dari lima masa tersebut dikaitkan dalam kajian pendidikan Islam di Indonesia, maka cakupan pembahasannya akan berkaitan dengan sejarah Islam di Indonesia dengan fase-fase sebagai berikut [5][5]:
  1. Fase datangnya islam ke Indonesia[6][6]
  2. Fase pengembangan dengan melalui proses adaptasi[7][7]
  3. Fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam ( proses politik )
  4. Fase kedatangan orang barat ( zaman penjajahan )
  5. Fase penjajahan Jepang
  6. Fase Indonesia Merdeka
  7. Fase pembangunan

Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
Sebenarnya proses pendidikan itu telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di permukaan bumi. Pendidikan yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-rasulNya, terintegrasi dalam dan berproses bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan budaya umat manusia. Mengingat bahwa rasul-rasul tersebut fungsinya adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam, berarti rasul-rasul tersebut sebagai pelaksana pendidikan Islam secara umum. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pendidikan , tidak lain adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia dibawah bimbingan ajaran Islam. Dan ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dan yang bukan pendidikan Islam adalah pada penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia tersebut.
            Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi menjadi 5 periode, yaitu:
  1. Periode pembinaan islam, yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad SAW.
  2. Periode pertumbuhan pendidikan islam, yang berlangsung sejak Nabi Muhammad wafat sampai masa akhir Bani Umayyah yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
  3. Periode kejayaan pendidikan islam, yang berlangsung sejak permulaan daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Bagdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu akliah dan timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
  4. Periode kemunduran pendidikan Islam yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat.
  5. Periode pembaharuan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.

  1. Masa Pembinaan Pendidikan Islam
            Masa pembinaan pendidikan Islam adalah masa dimana proses penurunan ajaran Islam kepada Muhammad dan proses pembudayaannya (masuknya ke dalam kebudayaan manusiawi, sehingga diterima dan menjadi unsur yang menyatu dalam kebudayaan manusia) berlangsung. Masa tersebut berlangsung sejak Muhammad menerima wahyu dan menerima pengangkatannya sebagai Rasul, sampai dengan lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam, sepeninggal Muhammad SAW.  Dalam pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam ini, Muhammad melaksanakannya berdasarkan petunjuk dan bimbingan langsung dari Allah. Muhammad menerima petunjuk (wahyu) dari Allah dan menyampaikannya kepada umatnya agar kumpulan dari wahyu-wahyu tersebut diterima dan dijadikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umatnya.
            Dalam pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi, dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan meteri pendidikannya yaitu :
1.      Periode Makkah
2.      Periode Madinah

1.      Pelaksanaan Pendidikan Islam Di Mekkah
Nabi Muhammad SAW mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk dan instruksi untuk melaksanakan tugasnya sewaktu beliau berusia 40 tahun. Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju untuk dirinya tentang apa yang harus ia lakukan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap umatnya. Dalam wahyu itu termaktub ayat Al-Qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.[8][8]
Nabi Muhammad SAW telah mendidik umatnya secara bertahap, semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada istri, karib kerabat dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi. Setelah banyak orang memeluk islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan Islam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Al Qur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (shalat) bersama sahabat-sahabatnya.[9][9] Keadaan ini berlangsung sampai lebih dari 3 tahun, sampai akhirnya Allah menurunkan petunjuk dan perintah, agar Muhammad memberikan pendidikan dan seruannya secara terbuka dan lebih meluas.
Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan Al Qur’an karena Al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah, dan yang berhubungan dengan muamalah yang disebut Syari’ah.[10][10] Pendidikan itu merupakan suatu tindakan atau usaha untuk membentuk kepribadian manusia dan menentukan corak serta bentuk amal sholeh dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.[11][11] Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.

Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.
            Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, Mahmud Yunus menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Mekkah meliputi:


1.      Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
2.      Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.

3.      Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti.
Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4.      Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.

2.      Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut:

a.       Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
·         Nabi Muhammad SAW mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antara suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka. Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[12][12]
·         Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
·         Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara materil maupun moral.
·         Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat Jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat Jum’at berjama’ah.

Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam  lagi setelah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.
Setelah selesai Nabi Muhammad SAW mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong, bantu-membantu, terutama bila ada serangan musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negeri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[13][13]




b.      Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia. Adapun pelaksanaan atau praktek pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan sbb :
-          pendidikan ukhuwah antar kaum muslimin
-          pendidikan kesejahteraan sosial
-          pendidikan kesejahteraan keluarga

c.       Pendidikan Anak dalam Islam
Dalam islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
·         Pendidikan Tauhid
·         Pendidikan Shalat
·         Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
·         Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
·         Pendidikan kepribadian
·         Pendidikan Hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah Islam
·         Pendidikan kesehatan
·         Pendidikan akhlak.[14][14]

  1. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayah, yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
      Pada masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad SAW, pendidikan Islam berarti memasukkan ajaran Islam kedalam unsur-unsur budaya bangsa Arab pada masa itu, sehingga diwarnai oleh Islam.
      Dalam pembinaan tersebut, ada beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu:
a.       Unsur bersifat memperkaya & melengkapi unsur budaya yang telah ada. Contoh: Al-Qur’an.
b.      Unsur bersifat meluruskan kembali nilai yang ada dalam kenyataan praktisnya sudah menyimpang dari ajaran aslinya. Contoh: Ajaran Tauhid.
c.       Unsur bersifat sangat bertentangan dengan budaya yang ada sebelumnya. Contoh: perjudian, perzinahan, minum-minuman keras (yang dapat memabukkan).
d.      budaya yang telah ada dan tidak bertentangan dengan ajaran islam, pada umumnya dibiarkan tetap berlaku dan berkembang dengan mendapatkan pengarahan.
e.       Mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya, untuk meningkatkan perkembangan budaya.

            Dengan ini akan terbentuk suatu setting nilai & budaya Islami yang lengkap dan sempurna dalam ruang lingkupnya yang sepadan, baik dari situasi, kondisi, maupun waktu dan perkembangan zamannya. Dengan demikian, Masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam serta masa-masa berikutnya, mempunyai dua sasaran pembudayaan, yaitu :
·         Para pemuda (sebagai generasi penerus), dan masyarakat bangsa lain yang belum ajaran agama islam.
·         Penyampaian atau Dakwah kepada yang baru mengenal Islam.

Tujuan dari pendidikan Islam keluar tidak lain adalah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat bangsa/suku bangsa agar mereka menerimanya menjadi sistem hidup. Berbarengan dengan pengembangan daerah kekuasaan Islam pada masa-masa berikutnya, berkembang pula pusat-pusat kegiatan pendidikan Islam, baik bagi mereka yang baru masuk Islam, bagi para generasi muda, maupun bagi mereka yang akan memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam.

1.             Pusat-pusat Pendidikan Islam
            Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, Mahmud Yunus menjelaskan bahwa pusat-pusat pendidikan Islam tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:
-          Di kota Mekkah dan Madinah (Hijaz)
-          Di kota Basrah dan Kufah (Irak)
-          Di kota Damsyik dan Palestina (Syam)
-          Di kota Fistat (Mesir)

            Di pusat-pusat pendidikan tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama Islam kepada para muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun yang datang dari daerah lain. Diantara madrasah-madrasah yang terkenal pada masa pertumbuhan pendidikan Islam ini adalah:

a.              Madrasah Mekkah
            Guru pertama yang mengajar di Mekkah adalah Mu’adz bin Jabal. Beliau mengajarkan Al-Qur’an, hukum-hukum halal dan haram pada Islam.

b.              Madrasah Madinah
            Madrasah ini lebih termasyhur, karena disanalah tempat khalifah Abubakar, Umar, dan Usman, dan disana pula banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar. Zaid bin Tsabit adalah seorang ahli Qira’at dan Fiqh.

c.              Madrasah Basrah
            Ulama sahabat yang terkenal di Basrah ini adalah Abu Musa dan Anas Malik. Abu Musa terkenal dengan ahli fiqh, hadits, dan ilmu al-Qur’an. Sedangkan Anas bin Malik            termasyhur dalam ilmu Hadits. Guru-guru madrasah Basrah yang terkenal,antara lain: Hasan al-Bashri dan Ibn Sirin.

d.              Madrasah Kuffah
            Ulama sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan kenegaraan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh, dan ahli hadits.

e.              Madrasah Damsyik
            Tiga orang guru agama dikirimkan oleh Khalifah Umar untuk mengajar di Damsyik (Syria) adalah:Muaz bin Jabal, Abu Dardak, dan Ubadah. Dari madrasah-madrasah di Damsyik ini melahirkan imam-imam terkenal yaitu Imam Malik dan Abu Hanifah.

f.                Madrasah Fistat (Mesir)
            Sahabat-sahabat yang pertama mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah      Abdullah bin Amr bin As, beliau seorang penghafal dan pencatat hadits.  Guru berikutnya adalah Yazid bin Abu habib Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah.

2.        Pengajaran  Al-Qur’an
            Intisari ajaran Islam adalah apa yang termasuk didalam Al-qur’an. Sedangkah hadist ataupun sunnah Rasulullah yang merupakan penjelasan apa-apa yang dimaksudkan oleh Al-qur’an. Nabi Muhammad SAW telah dengan sempurna menyampaikan Al-qur’an kepada para sahabat dan telah sempurna pula memberikan penjelasan-penjelasan menurut keperluanya pada masa itu.
            Sumber pengajaran Al-Qur’an pada masa itu adalah para sahabat. Mereka pula yang bertanggung jawab untuk mengajarkan Al-Qur’an memberikan penjelasan dan pengertian yang terkandung oleh Al-qur’an agar dimengerti oleh orang-orang yang baru masuk Islam.
            Namun dalam pelaksanaannya, para sahabat mengalami masalah menyangkut Al-Qur’an itu sendiri seperti Al-Qur’an yang masih dalam bentuk tulisan-tulisan yang berserakan dan meninggalnya para sahabat yang hafal Al Qur’an.
            Masalah lagi yang kemudian muncul dalam pengajaran Al-Qur’an adalah masalah pembacaan (qiraat). Al-Qur’an adalah bacaan dalam bahasa Arab. Jadi mereka yang tidak berbahasa Arab harus menyesuaikan cara bacanya seperti orang Arab. Dan untuk memudahkan pengajaran Al-Qur’an bagi kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka guru Al-Qur’an telah mengusahakannya, antara lain:
a.       Mengembangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik yang kemudian menimbulkan ilmu tajwid Al-Qur’an.
b.      Meneliti cara pembacaan Al-Qur’an yang telah berkembang pada masa itu, mana yang sah dan sesuai dengan bacaan yang tertulis dalam mushaf dan yang tidak.
c.       Memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf sehingga menjadi mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru belajar membaca Al-Qur’an.
d.      Memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan yang kemudian berkembang menjadi ilmu tafsir.

Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan Islam
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa akibat pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai budaya kepada generasi muda dan mengembangkanya
Kalau masa Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai masa penyemaian nilai kebudayaan islam kedalam system budaya bangsa arab pada masa itu, dengan meluasnya ajaran islam dipeluk oleh bangsa-bangsa diluar bangsa Arab yang mempunyai system budaya yang berbeda-beda, maka pendidikan islam masa ini berarti penanaman secara luas nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan suburnya dalam lingkungan yang lebih luas.

Pada garis besarnya pemikiran islam dalam pertumbuhanya muncul dalam 3 pola yaitu:
1.                  Pola pemikiran yang bersifat Scolastik, yang terikat pada dogma-dogma dan berpikir dalam rangka mencarai pembenaran terhadap dogma-dogma agama.
2.                  Pola pemikiran yang bersifat rasional, yang lebih mengutamakan akal pikiran.
3.                  Pola pemikiran yang bersifat batiniah dan intuitif, yang berasal dari mereka yang mempunyai pola kehidupan sufistis.
            Dari uraian tersebut, nampak bahwa keluasan wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluknya telah menjadi semakin luas pula ruang lingkupnya perkembangan budaya Islam.

 III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

Pendidikan pada masa khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah. Pada masa khalifah Unar bin Khattab, pendidikan sudah lebih meningkat dimana pada masa khalifah Umar, guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Pada masa khalifah Usman bin Affan, pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah di bolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar.pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.










DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Cet.9. 2008. Jakarta: Bumi Aksara.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. 1992. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo.
Daradjat, Zakiah. dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 8. 2008. Jakarta: Bumi Aksara.








 [1]  Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 1
 [2] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 2
[3][3] Dr. Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 24
[4][4]  Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 7
[5][5] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 7
[6][6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam,Grafindo: Jakarta hal 17
[7][7] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 7
[8][8] Q.S. Al-Alaq: 1-5
[9][9]  Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 1992, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, hal. 6
[10][10] Dr. Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 19
[11][11] Dr. Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, 2008, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 20
[12][12] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 1992, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, hal. 26
[13][13]  Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 1992, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, hal. 16
[14][14] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 1992, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, hal. 18

0 komentar:

Posting Komentar